"Kala aku tua nanti kuharap kau mengerti dan bersabar.
Semisal kupecahkan piring atau enumpahkan makan di meja
karena penglihatanku tak lagi sempurna.
Kuharap kau tak memarahiku.
Pun ketika pendengaranku makin buruk.
Dan aku tak dapat mendengar dengan jelas perkataanmu.
Tolong jangan juluki aku 'tuli'
Tapi ulangi perkataanmu atau tuliskan diatas kertas.
Maafkan aku nak.
Aku semakin tua.
Ketika lututku melemah,
kuharap kau sabar menolongku untuk berdiri.
Seperti aku menolongmu saat kau kecil dan belajar berjalan.
Bersabarlah denganku.
Ketika aku mengulang-ulang perkataanku seperti kaset rusak.
Kuharap kau tetap mendengarkaknku.
Jangan memperolokku atau bosan mendengarkaknu.
Ingatkah kau, kala kecil menginginkan sebuah balon?
Kau mengulang-ulang perkataanmu hingga akhirnya kau dapat apa yang kau inginkan.
Juga maafkan bauku.
Bauku kini seperti bau orang 'tua'
Kuharap aku tak membuatmu jijik.
Ingatkah kau ketika kau kecil?
Aku kerap megejarmu hanya untuk memaksa kau mandi.
Nak...
Kuharap kau bersabar menghadapiku,
dengan semua kerewelanku.
Itu bagian dari perjalanan 'menjadi tua'
Kau akan paham ketika masamu tuapun tiba.
Dan ketika kau punya waktu luang.
Kuharap kita dapat berbincang, walau hanya untuk beberapa saat.
Aku sendirian setiap saat, tanpa teman berbagi rasa.
Aku tahu kau sibuk dengan duniamu.
Namun bahkan ketika kau muak dengan cerita usangku,
tolong kau luangkan waktumu untukku.
Ingatkah ketika kau kecil?
Aku dengarkan celotehmu tentang duniamu.
Nak, ketika tiba aktunya aku sakit
dan terkulai tak berdaya.
Semoga Allah berkahi engkau dengan kesabaran untuk mengurusiku.
Jelang masa-masa terakhirku hidup di dunia ini.
Ya, aku tak akan lama lagi di kehidupan ini.
Nak, ketika akhirnya kematian tiba menjemputku.
Kuharap kau genggam tanganku
dan Allah berikan kekuatan bagimu untuk menghadapi kematianku."
sumber: majalah Aulia No 08 Tahun VIII Shafar-rabiul Awal1432. Februari 2011.
ps: puisi ini bikin aku nangis meskipun udah pernah baca berkali-kali :')
Tidak ada komentar:
Posting Komentar